Kisah Ayah, Anak, dan Keledai adalah sebuah fabel klasik yang mengajarkan tentang pentingnya tidak terlalu peduli dengan omongan orang lain dan percaya pada keputusan sendiri. Ada beberapa versi yang sedikit berbeda, tetapi inti ceritanya sama.
Berikut adalah salah satu versi yang paling dikenal:
Seorang ayah dan putranya sedang dalam perjalanan panjang menuju kota untuk menjual keledai mereka.
Versi 1: Mereka Awalnya Menuntun Keledai Awalnya, ayah dan anak itu menuntun keledai mereka di samping. Mereka berjalan dengan santai.
- Orang pertama yang lewat berkomentar: “Lihatlah dua orang bodoh itu! Mereka punya keledai yang bisa mereka tunggangi, tapi malah berjalan kaki.”
Mendengar itu, sang ayah berpikir, “Ada benarnya juga.” Maka, ia menyuruh anaknya naik ke atas keledai sementara ia sendiri berjalan di samping.
Versi 2: Hanya Anaknya yang Menunggangi Tak lama kemudian, mereka melewati sekelompok orang lain.
- Orang kedua yang lewat berkomentar: “Dasar anak tidak tahu diri! Dia enak-enakan menunggangi keledai sementara ayahnya yang sudah tua disuruh jalan kaki.”
Merasa tidak enak, sang anak pun turun. Lalu, sang ayah yang menunggangi keledai, dan anaknya berjalan di samping.
Versi 3: Hanya Ayahnya yang Menunggangi Tidak lama kemudian, mereka bertemu dengan beberapa wanita.
- Orang ketiga yang lewat berkomentar: “Lihatlah laki-laki tua itu! Dia tega sekali membiarkan anaknya yang masih kecil berjalan kaki sementara dia sendiri nyaman di atas keledai.”
Sang ayah dan anak menjadi bingung. Mereka memutuskan untuk naik keledai berdua.
Versi 4: Keduanya Menunggangi Keledai Selanjutnya, mereka bertemu dengan sekelompok petani yang sedang istirahat.
- Orang keempat yang lewat berkomentar: “Kasihan sekali keledai itu! Terlalu berat menanggung beban dua orang. Kalian tidak punya hati!”
Ayah dan anak itu semakin bingung dan merasa bersalah. “Apa yang harus kita lakukan?” pikir mereka. Akhirnya, sang ayah berkata, “Sepertinya, apa pun yang kita lakukan, selalu ada saja yang berkomentar.”
Puncak Cerita (Versi Ekstrem):
Dalam beberapa versi, saking putus asanya mencari cara agar tidak dikritik, ayah dan anak itu bahkan mencoba menggendong keledai mereka agar tidak membebani keledai atau membuat orang lain berkomentar. Mereka mengikat kaki keledai ke sebuah tiang, lalu memanggulnya.
- Ketika mereka melewati jembatan di atas sungai, orang-orang yang melihat mereka tertawa terbahak-bahak dan mengejek. Tentu saja, keledai itu tidak nyaman dan berontak. Akhirnya, keledai itu jatuh ke sungai dan hanyut (atau mati).
Pesan Moral:
Kisah ini mengajarkan beberapa pelajaran penting:
- Mustahil Menyenangkan Semua Orang: Tidak peduli apa yang Anda lakukan, akan selalu ada orang yang tidak setuju, mengkritik, atau memiliki pendapat berbeda.
- Percayalah pada Diri Sendiri: Jika Anda terus-menerus mengubah keputusan berdasarkan setiap kritik atau pendapat orang lain, Anda akan kehilangan arah dan mungkin bahkan merugikan diri sendiri (seperti keledai yang hanyut).
- Dengarkan Hati Nurani dan Akal Sehat: Penting untuk mendengarkan masukan, tetapi pada akhirnya, keputusan harus didasarkan pada apa yang Anda yakini benar dan masuk akal, bukan semata-mata untuk menghindari kritik.
- Prioritaskan Kebutuhan Anda (atau Tujuan Asli): Tujuan awal mereka adalah menjual keledai, tetapi mereka terlalu terdistraksi oleh pendapat orang lain sehingga keledai itu malah hilang.
Kisah Ayah, Anak, dan Keledai adalah pengingat yang kuat bahwa kita harus memiliki ketegasan dan keyakinan dalam tindakan kita, tanpa terlalu membiarkan opini publik mendikte setiap langkah kita.
Eksplorasi konten lain dari Goonung
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar