Apakah makanan olahan seperti ikan asin harus ada expirednya di luar negeri ?

di pasar tradisional Indonesia, ikan asin seringkali dijual tanpa label tanggal kedaluwarsa yang jelas, membuat konsumen harus mengandalkan indera penciuman atau penglihatan untuk menilai kesegarannya.

Namun, untuk ikan asin sebagai makanan lokal UKM di luar negeri, situasinya sangat berbeda. Hampir di seluruh negara maju, dan bahkan di banyak negara berkembang, produk makanan olahan seperti ikan asin yang dijual secara komersial, baik oleh UKM maupun perusahaan besar, WAJIB memiliki masa kedaluwarsa (expired date) atau tanggal “best before”.

Berikut penjelasannya mengapa hal ini terjadi:

  1. Regulasi Keamanan Pangan yang Ketat:
    • Negara-negara maju (misalnya di Eropa, Amerika Utara, Australia, Jepang) memiliki badan regulasi keamanan pangan yang sangat ketat (contoh: FDA di AS, EFSA di Eropa).
    • Regulasi ini mengharuskan setiap produk makanan olahan, termasuk ikan asin, untuk melalui proses penilaian risiko dan penentuan umur simpan (shelf life) yang valid.
    • Tujuan utamanya adalah melindungi konsumen dari risiko kesehatan akibat produk yang basi, terkontaminasi, atau tidak aman dikonsumsi.
  2. Jaminan Kualitas dan Mutu Produk:
    • Masa kedaluwarsa bukan hanya tentang keamanan, tetapi juga tentang kualitas. Produk ikan asin yang disimpan terlalu lama bisa mengalami perubahan tekstur, aroma, rasa, dan warna yang tidak diinginkan, meskipun mungkin belum sepenuhnya berbahaya.
    • UKM yang ingin menembus pasar luar negeri harus memenuhi standar kualitas ini untuk bersaing dan membangun reputasi.
  3. Proses Produksi dan Pengemasan Standar:
    • Untuk bisa mencantumkan masa kedaluwarsa, produsen (termasuk UKM) harus menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang konsisten, mulai dari bahan baku, proses pengeringan, pengasinan, hingga pengemasan.
    • Pengemasan yang kedap udara (vakum), penggunaan bahan pengemas yang tepat, dan kontrol kelembaban sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan menentukan tanggal kedaluwarsa yang akurat.
  4. Tuntutan Konsumen:
    • Konsumen di luar negeri (dan juga semakin banyak di Indonesia) terbiasa dengan produk yang berlabel jelas, termasuk tanggal kedaluwarsa. Mereka cenderung tidak akan membeli produk makanan olahan tanpa informasi ini.
  5. Sertifikasi dan Izin Edar:
    • Untuk bisa dijual di pasar luar negeri, produk makanan harus memiliki berbagai sertifikasi (misalnya HACCP, ISO 22000) dan izin edar dari otoritas setempat. Proses perizinan ini seringkali melibatkan pengujian umur simpan produk.

Contoh Kasus: Jika ada UKM dari Indonesia yang ingin mengekspor ikan asin ke Eropa, mereka tidak bisa hanya mengandalkan metode tradisional. Mereka harus:

  • Menganalisis kandungan garam dan kelembaban.
  • Melakukan uji stabilitas produk di berbagai kondisi suhu dan kelembaban.
  • Menentukan metode pengemasan terbaik (misal vakum) untuk mencegah oksidasi dan pertumbuhan mikroba.
  • Berdasarkan hasil pengujian tersebut, barulah mereka bisa menentukan tanggal “best before” atau “use by” yang sah secara hukum dan ilmiah.

Kesimpulan: Ya, ikan asin sebagai makanan lokal UKM yang dijual secara komersial di luar negeri hampir pasti memiliki masa kedaluwarsa atau tanggal “best before” karena tuntutan regulasi keamanan pangan, standar kualitas, dan preferensi konsumen. Ini adalah salah satu perbedaan mendasar antara penjualan di pasar tradisional domestik dengan pasar internasional.

gimana kelanjutan toko mama khas banjar

Toko Mama Khas Banjar saat ini sedang menghadapi proses hukum yang cukup disorot publik. Berikut adalah kelanjutan informasinya berdasarkan berita terbaru:

  • Toko Sudah Ditutup: Sejak 1 Mei 2025, Toko Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, secara resmi telah berhenti beroperasi. Pemiliknya, Firli Norachim, menyatakan mentalnya hancur dan trauma akibat kasus ini.
  • Kasus Hukum: Pemilik toko, Firli Norachim, dipidana karena menjual produk tanpa label kedaluwarsa. Kasus ini bermula dari aduan masyarakat pada Desember 2024, yang kemudian diikuti dengan penyegelan barang-barang di toko oleh Polda Kalsel.
  • Dukungan dari Menteri UMKM: Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Ia bahkan sempat hadir dalam persidangan sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) dan meminta agar kasus ini diselesaikan melalui jalur pembinaan dan sanksi administratif, bukan pidana. Maman juga menegaskan bahwa Kementerian UMKM akan bertanggung jawab penuh dan menjadikan kasus ini sebagai introspeksi untuk perbaikan mekanisme, penertiban, perlindungan, dan pembinaan UMKM.
  • Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU): Dalam sidang lanjutan pada 19 Mei 2025, JPU menuntut agar terdakwa Firli dibebaskan dari segala tuntutan. Ini merupakan perkembangan yang signifikan, mengingat tuntutan awal didasarkan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perubahan tuntutan ini sejalan dengan arahan Menteri UMKM yang menekankan pendekatan pembinaan.
  • Kejanggalan Kasus Disorot DPR: Kasus ini juga dibawa ke Gedung DPR di Senayan pada 15 Mei 2025, di mana kejanggalan dalam proses penyitaan dan penerapan hukum disorot. Kuasa hukum Firli bahkan melaporkan penyidik ke Propam.
  • Relaksasi Pinjaman: Toko Mama Khas Banjar telah mendapatkan relaksasi pembayaran pinjaman dari BRI selama enam bulan, sebagai bentuk dukungan di tengah masalah hukum yang dihadapi.

Secara keseluruhan, meskipun toko fisiknya telah ditutup, proses hukum terhadap pemiliknya masih berjalan, namun dengan adanya dukungan dari Menteri UMKM dan tuntutan bebas dari JPU, ada harapan bahwa kasus ini akan berakhir dengan pendekatan yang lebih berpihak pada pembinaan UMKM.


Eksplorasi konten lain dari Goonung

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑