bagaimana menghadapi atasan kita yang marah dalam berbagai situasi dan kondisi ?

Menghadapi atasan yang sedang marah memang bisa menjadi situasi yang sangat menekan dan tidak nyaman. Namun, bagaimana cara kita merespons dapat sangat menentukan bagaimana situasi tersebut akan berkembang dan bagaimana hubungan kerja kita selanjutnya. Kuncinya adalah tetap profesional, tenang, dan berfokus pada penyelesaian masalah.

Berikut adalah tips dan saran menghadapi atasan yang marah dalam berbagai situasi, beserta contoh percakapan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas:

Prinsip-Prinsip Dasar Saat Menghadapi Atasan yang Marah:

  1. Tetap Tenang dan Jangan Panik: Reaksi pertama Anda adalah yang terpenting. Tarik napas dalam-dalam. Jangan biarkan emosi Anda terpancing atau ikut marah. Ketengangan Anda bisa membantu meredakan situasi.
  2. Dengarkan Aktif: Biarkan atasan Anda meluapkan kemarahannya (dalam batas yang wajar dan profesional). Dengarkan dengan penuh perhatian. Jangan menyela atau membuat alasan di awal. Tunjukkan bahwa Anda mendengarkan dengan mengangguk atau menggunakan ekspresi wajah yang sesuai.
  3. Jangan Bertahan atau Balik Menyerang: Membela diri secara agresif, mencari kambing hitam, atau balik menyerang hanya akan memperburuk keadaan. Fokuslah pada memahami sumber kemarahannya.
  4. Akui dan Validasi Perasaannya (Tanpa Harus Setuju Penuh Jika Anda Tidak Salah): Gunakan kalimat yang menunjukkan Anda mendengar dan memahami kekesalannya, seperti: “Saya mengerti Anda sangat kecewa,” atau “Saya paham ini pasti membuat Anda frustrasi.” Ini bukan berarti Anda mengakui kesalahan jika Anda tidak melakukannya, tapi menunjukkan empati terhadap perasaannya.
  5. Tanggung Jawab Jika Memang Salah: Jika Anda melakukan kesalahan, akui dengan jujur dan tulus. Jangan berbelit-belit atau mencari pembenaran yang tidak relevan. Pengakuan kesalahan yang tulus seringkali bisa meredakan kemarahan.
  6. Fokus pada Solusi, Bukan Masalah yang Sudah Terjadi: Setelah Anda mendengarkan dan mengakui (jika perlu), alihkan fokus pembicaraan pada bagaimana memperbaiki situasi ke depan. Ajukan solusi atau tanyakan bagaimana Anda bisa memperbaikinya.
  7. Minta Waktu dan Tempat yang Tepat (Jika Situasi Memungkinkan): Jika atasan Anda marah di depan umum atau saat Anda sedang terburu-buru, Anda bisa mencoba meminta waktu untuk berbicara secara pribadi nanti. Contoh: “Saya lihat Anda sedang sangat kesal saat ini. Bisakah kita bicarakan ini di ruangan Anda dalam 15 menit setelah saya menyelesaikan ini?” (Gunakan ini dengan hati-hati, tergantung pada tingkat kemarahan atasan).
  8. Jaga Bahasa Tubuh: Hindari menyilangkan tangan, memutar mata, atau terlihat gelisah/tidak peduli. Pertahankan kontak mata (tapi jangan menantang), berdiri atau duduk dengan tegak, dan tunjukkan sikap terbuka.
  9. Pelajari Situasinya: Setelah kemarahan mereda atau percakapan selesai, renungkan apa yang terjadi. Apa penyebabnya? Bagaimana Anda bisa mencegahnya di masa depan?
  10. Dokumentasikan (Untuk Situasi Serius/Berulang): Jika atasan Anda sering marah di luar batas profesional (misalnya, merendahkan, berteriak histeris, atau bersifat kasar), catat tanggal, waktu, apa yang terjadi, siapa yang hadir, dan apa yang Anda lakukan untuk merespons. Dokumentasi ini penting jika Anda perlu berbicara dengan HR di kemudian hari.

Contoh Situasi dan Percakapan:

Berikut adalah beberapa skenario dengan contoh percakapan untuk memberikan gambaran bagaimana menerapkan prinsip-prinsip di atas:

Skenario 1: Atasan Marah Karena Kesalahan yang Anda Buat Langsung

  • Situasi: Anda membuat kesalahan fatal dalam laporan yang menyebabkan kerugian waktu atau biaya bagi tim/perusahaan. Atasan memanggil Anda ke ruangannya dengan nada suara tinggi.
  • Kemarahan Atasan: “Laporan apa ini?! Angka-angkanya salah semua! Saya harus mempresentasikan ini ke klien besok pagi! Kenapa kamu bisa sebodoh ini?!”
  • Respon yang Disarankan: Tetap tenang, dengarkan, akui kesalahan, tunjukkan penyesalan, dan segera tawarkan solusi perbaikan.
  • Contoh Percakapan:
    • Atasan: “Laporan apa ini?! Angka-angkanya salah semua! Saya harus mempresentasikan ini ke klien besok pagi! Kenapa kamu bisa sebodoh ini?!” (Nada tinggi, mungkin agak membentak)
    • Anda: (Tarik napas, suara tenang) “Saya mengerti Anda sangat kecewa dan marah, Pak/Bu. Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahan yang saya buat pada laporan ini. Ini sepenuhnya kelalaian saya.” (Mengakui kesalahan dengan jujur)
    • Atasan: “Kecewa?! Lebih dari itu! Sekarang bagaimana?! Saya tidak punya banyak waktu!”
    • Anda: “Saya sangat menyesal, Pak/Bu. Saya sudah menyadari kesalahannya. Saya bisa segera memperbaikinya sekarang juga. Saya akan double-check semua angka dengan sangat teliti. Mungkin saya butuh waktu sekitar [sebutkan perkiraan waktu, misal: 1-2 jam] untuk memastikan semuanya akurat. Saya akan segera kirimkan revisinya begitu selesai.” (Fokus pada solusi dan tindakan perbaikan)
    • Atasan: “Kamu yakin? Jangan sampai salah lagi!”
    • Anda: “Saya jamin, Pak/Bu. Saya akan fokus penuh untuk memperbaiki ini dan memastikan tidak ada kesalahan lagi. Setelah selesai, saya akan segera memberitahu Anda.” (Memberikan keyakinan dan langkah selanjutnya)
    • Atasan: (Mungkin masih kesal tapi mulai mereda) “Baik, cepat kerjakan! Pastikan sudah di meja saya [sebutkan waktu]!”
    • Anda: “Baik, Pak/Bu. Saya akan langsung mengerjakannya. Terima kasih.” (Mengakhiri dengan profesional)

Skenario 2: Atasan Marah Karena Deadline Terlewat

  • Situasi: Sebuah proyek atau tugas penting terlewat dari deadline yang ditentukan, dan atasan Anda sangat marah karena dampaknya.
  • Kemarahan Atasan: “Kenapa laporan proyek X belum selesai?! Deadline-nya kemarin! Kamu tahu dampaknya kalau ini terlambat?!”
  • Respon yang Disarankan: Dengarkan, akui keterlambatan dan dampaknya (tanpa menyalahkan), jelaskan penyebab utama secara profesional (bukan alasan sepele), dan berikan rencana aksi yang jelas untuk menyelesaikannya.
  • Contoh Percakapan:
    • Atasan: “Kenapa laporan proyek X belum selesai?! Deadline-nya kemarin! Kamu tahu dampaknya kalau ini terlambat?!” (Nada kesal, mungkin agak keras)
    • Anda: (Suara tenang) “Saya mohon maaf, Pak/Bu. Saya tahu laporan ini seharusnya selesai kemarin dan ini penting. Saya mengerti keterlambatan ini berdampak pada proses selanjutnya.” (Mengakui keterlambatan dan dampaknya)
    • Atasan: “Ya jelas berdampak! Kenapa bisa terlambat?! Apa saja yang kamu kerjakan?!”
    • Anda: “Ada beberapa tantangan tak terduga terkait [sebutkan penyebab utama yang relevan dengan pekerjaan, misal: data dari tim lain yang terlambat masuk / kendala teknis pada sistem / scope yang sedikit berubah di tengah jalan]. Namun, itu bukan alasan. Saya seharusnya bisa mengelolanya lebih baik atau memberi tahu Anda lebih awal.” (Menjelaskan penyebab secara profesional, mengambil sedikit tanggung jawab)
    • Atasan: “Alasan saja! Sekarang bagaimana?!”
    • Anda: “Saya sudah menyelesaikan [sebutkan persentase/bagian yang sudah selesai, misal: 80%] dari laporan. Saya sudah menyusun ulang prioritas saya. Saya perkirakan laporan ini akan selesai paling lambat hari ini pukul [sebutkan jam, misal: 3 sore]. Saya akan pastikan tidak ada bagian yang terlewat.” (Menyajikan rencana aksi dan perkiraan waktu)
    • Atasan: “Oke, pastikan itu! Jangan sampai meleset lagi!”
    • Anda: “Baik, Pak/Bu. Saya akan segera menyelesaikannya. Saya akan update begitu selesai.” (Mengakhiri dengan profesional)

Skenario 3: Atasan Marah Karena Perbedaan Pendapat atau Kesalahpahaman Persepsi

  • Situasi: Atasan Anda marah karena mengira Anda tidak serius, tidak kooperatif, atau memiliki sikap buruk terhadap suatu tugas, padahal mungkin ada kesalahpahaman.
  • Kemarahan Atasan: “Saya perhatikan kamu kok tidak antusias sama sekali dengan proyek baru ini! Kamu seperti tidak mau bekerja sama dengan tim lain! Kalau begini sikapnya, susah!”
  • Respon yang Disarankan: Dengarkan tuduhannya, jangan langsung membantah keras, minta klarifikasi atau contoh spesifik (jika tidak jelas), jelaskan perspektif Anda dengan tenang, dan tunjukkan komitmen untuk bekerja sama/meningkatkan diri.
  • Contoh Percakapan:
    • Atasan: “Saya perhatikan kamu kok tidak antusias sama sekali dengan proyek baru ini! Kamu seperti tidak mau bekerja sama dengan tim lain! Kalau begini sikapnya, susah!” (Nada kesal, mungkin agak menuduh)
    • Anda: (Suara tenang) “Saya dengar apa yang Anda katakan, Pak/Bu. Saya mohon maaf jika kesan yang saya berikan seperti itu. Bolehkah saya tahu, ada situasi atau kejadian spesifik apa yang membuat Anda berpikir demikian?” (Mendengarkan, meminta klarifikasi)
    • Atasan: “Ya, waktu meeting kemarin, kamu diam saja, tidak memberikan masukan. Lalu kemarin saat diminta membantu tim Marketing, kamu terlihat malas-malasan.” (Memberikan contoh)
    • Anda: “Terima kasih sudah menjelaskan, Pak/Bu. Mengenai meeting, saat itu saya sedang mencoba mencerna semua informasi yang baru disampaikan, saya memang kurang aktif bicara, tapi saya sangat tertarik dengan proyek ini dan sudah mulai memikirkan bagaimana kontribusi saya. Saya akan lebih proaktif di meeting selanjutnya.” (Menjelaskan perspektif, mengakui kekurangan, menunjukkan komitmen)
    • Anda (lanjutan): “Untuk yang tim Marketing, saya memang merasa kurang yakin dengan arahan yang diberikan karena [sebutkan alasan profesional, misal: ada data yang belum lengkap], tapi saya tetap berusaha membantu semampu saya. Mungkin saya perlu berkomunikasi lebih jelas jika ada hal yang belum saya pahami.” (Menjelaskan kejadian kedua dengan tenang, menawarkan solusi komunikasi)
    • Atasan: (Mulai berpikir, mungkin menyadari ada kesalahpahaman) “Oh begitu… Baiklah. Intinya, saya ingin lihat kamu lebih bersemangat dan kooperatif di tim.”
    • Anda: “Saya mengerti, Pak/Bu. Saya pastikan itu. Saya berkomitmen penuh pada proyek ini dan pada kerja sama tim. Jika ada hal lain yang perlu saya perbaiki, mohon sampaikan langsung pada saya.” (Menunjukkan komitmen dan keterbukaan terhadap feedback)

Skenario 4: Atasan Marah Karena Tekanan Eksternal dan “Melampiaskan” Sedikit ke Anda (Bukan Langsung Salah Anda)

  • Situasi: Atasan Anda baru saja mendapat tekanan dari atasan yang lebih tinggi, klien, atau mengalami masalah pribadi, dan nada bicaranya menjadi kasar atau dia terlihat sangat kesal saat berinteraksi dengan Anda tentang tugas kerja, meskipun Anda tidak melakukan kesalahan.
  • Kemarahan Atasan: (Mungkin tidak spesifik menuduh, tapi nada bicara kasar, mengeluh tentang banyak hal, terkesan menyalahkan semua orang) “Ini laporan dari tim lain kacau semua! Jadwal meleset, klien komplain! Semuanya jadi berantakan! Kerja kalian lambat sekali!” (Padahal mungkin pekerjaan Anda tepat waktu)
  • Respon yang Disarankan: Kenali bahwa ini mungkin bukan sepenuhnya tentang Anda. Dengarkan dengan sabar, tunjukkan empati terhadap situasinya, fokus pada apa yang bisa Anda kontrol (pekerjaan Anda), dan tawarkan bantuan terkait area kerja Anda.
  • Contoh Percakapan:
    • Atasan: “Ini laporan dari tim lain kacau semua! Jadwal meleset, klien komplain! Semuanya jadi berantakan! Kerja kalian lambat sekali!” (Nada kesal, generalisasi)
    • Anda: (Suara tenang, sedikit prihatin) “Saya turut prihatin mendengar situasi yang sulit ini, Pak/Bu. Saya bisa bayangkan betapa menekan posisinya sekarang.” (Menunjukkan empati terhadap bebannya)
    • Atasan: “Ya, menekan sekali! Sekarang bagaimana urusan [tugas spesifik Anda]? Sudah selesai?”
    • Anda: “Untuk tugas [sebutkan tugas Anda], statusnya [sebutkan status, misal: sudah selesai dan sudah saya kirim tadi pagi / sedang dalam proses dan akan selesai pukul X / saya masih menunggu data dari Y, tapi saya sudah follow up]. Apakah ada prioritas lain yang perlu saya ambil alih untuk membantu meringankan beban kerja Anda terkait situasi ini?” (Fokus pada pekerjaan Anda, menawarkan bantuan terkait pekerjaan)
    • Atasan: “Oh, [tugas Anda] sudah? Oke baguslah. Iya, tolong cek lagi [tugas lain]…” (Mulai mengarahkan ke pekerjaan spesifik)
    • Anda: “Baik, Pak/Bu. Akan saya cek dan kerjakan segera. Ada lagi yang bisa saya bantu?” (Mengalihkan fokus ke pekerjaan dan dukungan)

Skenario 5: Atasan Marah Secara Tidak Profesional atau Berulang Kali

  • Situasi: Atasan Anda sering marah dengan cara yang tidak pantas (misalnya, membentak di depan kolega, menggunakan kata-kata merendahkan, melontarkan ancaman), atau kemarahannya tidak beralasan dan terjadi terus-menerus.
  • Respon yang Disarankan: Dalam situasi ini, keselamatan emosional dan mental Anda adalah prioritas. Saat kejadian, coba tetap tenang dan terapkan prinsip dasar jika memungkinkan, tapi jangan ragu untuk mengambil langkah lebih lanjut setelah situasi mereda. Dokumentasikan setiap kejadian.
  • Contoh Percakapan (dengan Atasan saat kejadian): Ini mungkin sulit dilakukan saat atasan sangat lepas kontrol, tapi coba prinsip dasar:
    • Atasan: (Membentak, merendahkan di depan umum) “Kamu itu tidak becus sama sekali! Kerja begini saja tidak bisa! Keluar saja kalau tidak mau kerja benar!”
    • Anda: (Suara sangat tenang, mungkin sedikit lebih rendah dari biasanya) “Pak/Bu, saya mengerti Anda sangat marah dan kecewa. Bisakah kita diskusikan masalah ini di ruangan Anda?” (Mencoba memindahkan ke tempat yang lebih pribadi)
    • Atasan: (Mungkin tetap marah atau ikut ke ruangan)
    • Anda: “Saya ingin memahami apa yang membuat Anda sangat marah terhadap pekerjaan saya. Saya berkomitmen untuk bekerja dengan baik, jadi mohon beri tahu saya apa yang perlu diperbaiki, tapi mohon jangan menggunakan kata-kata yang merendahkan.” (Menyatakan keinginan memahami, sekaligus menetapkan batasan profesional jika memungkinkan dan aman)
  • Langkah Selanjutnya (Penting dalam Skenario 5):
    • Dokumentasikan: Catat detail kejadian (apa, siapa, kapan, di mana, kata-kata yang digunakan).
    • Bicara dengan HR: Jika perilaku ini berulang dan mengganggu lingkungan kerja atau kesehatan mental Anda, bawa dokumentasi Anda ke departemen Sumber Daya Manusia (HR) untuk meminta saran atau mediasi.
  • Contoh Percakapan dengan HR:
    • Anda: “Selamat pagi/siang, Pak/Bu [nama staf HR]. Saya ingin berkonsultasi mengenai situasi kerja saya terkait interaksi dengan atasan saya, Bapak/Ibu [nama atasan].”
    • Staf HR: “Ya, silakan. Ada masalah apa?”
    • Anda: “Saya merasa kesulitan menghadapi cara komunikasi Bapak/Ibu [nama atasan] yang seringkali disertai kemarahan yang berlebihan, terkadang dengan nada membentak atau kata-kata yang merendahkan, bahkan di depan rekan kerja. Ini sudah terjadi beberapa kali. Saya sudah mencoba [jelaskan upaya Anda, misal: mendengarkan dengan tenang, meminta berbicara pribadi, mengakui kesalahan jika memang ada], tapi situasinya tidak membaik.”
    • Staf HR: “Bisakah Anda berikan contoh spesifik kejadiannya?”
    • Anda: “Ya, saya sudah mencatat beberapa kejadian. Misalnya, pada tanggal [tanggal], pukul [waktu], saat membahas [topik], Bapak/Ibu [nama atasan] mengatakan [kutip perkataan jika bisa diingat atau jelaskan intinya, misal: ‘kamu tidak becus’, ‘kerja lambat’, dsb] dengan nada sangat tinggi di area [sebutkan lokasi, misal: pantry/ruang meeting]. Pada kejadian lain tanggal [tanggal], di [lokasi], saat saya bertanya tentang [topik], reaksi beliau sangat marah dan mengatakan [kutip/jelaskan]…” (Sampaikan catatan dokumentasi Anda)
    • Staf HR: “Terima kasih atas informasinya. Kami akan menindaklanjuti ini secara internal. Kami akan berusaha memediasi atau mencari cara untuk memperbaiki situasi komunikasi di tim Anda. Untuk sementara, tetaplah fokus pada pekerjaan dan hindari konfrontasi yang tidak perlu. Jika ada kejadian serupa, mohon segera beritahu kami.”
    • Anda: “Baik, terima kasih banyak atas bantuannya, Pak/Bu.”

Menghadapi atasan yang marah memang menantang, tetapi dengan pendekatan yang tenang, profesional, berfokus pada solusi, dan mengetahui kapan harus mencari bantuan eksternal (HR), Anda bisa mengelola situasi ini dengan lebih baik dan menjaga profesionalisme Anda. Semoga berhasil!


Eksplorasi konten lain dari Goonung

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑