Amerika Serikat sering menuduh perdagangan dengan Tiongkok (China) tidak adil karena beberapa alasan utama, yang sebagian besar berakar pada perbedaan sistem ekonomi dan praktik perdagangan kedua negara yang dianggap merugikan AS. Tuduhan ini telah menjadi sumber ketegangan perdagangan yang signifikan antara kedua negara selama bertahun-tahun.
Berikut adalah beberapa alasan utama di balik tuduhan “perdagangan tidak adil” dari pihak AS:
- Defisit Perdagangan yang Besar dan Persisten: AS secara konsisten mengimpor jauh lebih banyak barang dari Tiongkok daripada mengekspor ke sana. Meskipun defisit perdagangan itu sendiri bukanlah bukti ketidakadilan, skala dan konsistensinya yang besar dianggap oleh AS sebagai indikasi adanya hambatan struktural atau praktik Tiongkok yang mencegah produk AS bersaing secara setara di pasar Tiongkok, sementara produk Tiongkok memiliki akses yang relatif terbuka ke pasar AS.
- Pencurian Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Theft): AS menuduh entitas di Tiongkok, termasuk yang didukung negara, melakukan pencurian besar-besaran terhadap rahasia dagang, paten, merek dagang, dan hak cipta milik perusahaan AS. Ini dianggap merugikan inovasi dan daya saing perusahaan AS.
- Transfer Teknologi Paksa: Perusahaan AS yang ingin beroperasi atau melakukan bisnis di Tiongkok seringkali dikabarkan dipaksa atau ditekan untuk mentransfer teknologi sensitif kepada mitra lokal Tiongkok atau bahkan pemerintah sebagai syarat untuk mendapatkan akses pasar atau lisensi. AS melihat ini sebagai praktik tidak adil yang melemahkan posisi kompetitif mereka.
- Subsidi Negara untuk Industri Dalam Negeri Tiongkok: AS menuduh pemerintah Tiongkok memberikan subsidi besar-besaran kepada industri domestiknya (seperti baja, aluminium, energi terbarukan, dan teknologi tinggi). Subsidi ini dianggap memungkinkan perusahaan Tiongkok menjual produknya dengan harga lebih rendah di pasar global (termasuk AS), menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak adil (dumping).
- Hambatan Akses Pasar di Tiongkok: Perusahaan AS sering mengeluhkan menghadapi berbagai hambatan non-tarif untuk memasuki dan bersaing di pasar Tiongkok. Hambatan ini bisa berupa regulasi yang diskriminatif, proses perizinan yang rumit, pembatasan kepemilikan asing, persyaratan usaha patungan yang ketat, sensor, dan praktik proteksionis lainnya yang menyulitkan mereka beroperasi secara bebas dibandingkan dengan kemudahan akses yang dinikmati perusahaan Tiongkok di AS.
- Manipulasi Mata Uang (Historis): Meskipun tuduhan ini intensitasnya berfluktuasi, AS pernah sering menuduh Tiongkok sengaja menjaga nilai mata uangnya (Yuan) tetap rendah secara artifisial untuk membuat ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal, sehingga memberikan keuntungan yang tidak adil dalam perdagangan.
- Kurangnya Timbal Balik (Reciprocity): AS berpendapat bahwa hubungan perdagangan tidak timbal balik; Tiongkok mendapatkan keuntungan dari keterbukaan pasar AS, tetapi tidak memberikan tingkat akses yang setara bagi perusahaan AS ke pasarnya sendiri.
Secara ringkas, tuduhan “perdagangan tidak adil” dari AS terhadap Tiongkok didasarkan pada pandangan bahwa Tiongkok menggunakan kombinasi kebijakan pemerintah (subsidi, hambatan akses pasar), kurangnya penegakan hukum (terhadap kekayaan intelektual), dan praktik bisnis yang dianggap tidak sesuai dengan norma perdagangan internasional yang terbuka dan adil, yang kesemuanya merugikan kepentingan ekonomi AS. Tiongkok sendiri sering membantah tuduhan ini atau memiliki pandangan yang berbeda mengenai praktik-praktik tersebut, menganggapnya sebagai bagian dari pembangunan ekonominya.
Apakah Amerika Serikat Bisa Meniru Langkah Tiongkok, Seperti Subsidi Negara untuk Industri Dalam Negerinya?
Ya, Amerika Serikat bisa dan sedang melakukan langkah-langkah yang menyerupai pemberian subsidi negara untuk industri dalam negerinya, sebagian sebagai respons langsung terhadap praktik Tiongkok dan untuk memperkuat sektor-sektor yang dianggap strategis.
Namun, penting untuk dipahami bahwa cara AS melakukannya mungkin berbeda dengan model yang digunakan oleh Tiongkok dalam skala, koordinasi, dan sifat campur tangan negara, karena perbedaan mendasar dalam sistem politik, ekonomi, dan hukum kedua negara.
AS sudah lama memberikan subsidi untuk sektor-sektor tertentu (pertanian, energi, riset), tetapi belakangan ini intensitasnya meningkat melalui undang-undang seperti CHIPS and Science Act (untuk semikonduktor) dan Inflation Reduction Act (untuk energi bersih dan kendaraan listrik). Ini adalah upaya untuk membangun kembali manufaktur domestik, mengamankan rantai pasok, dan menjaga daya saing teknologi.
Langkah AS ini Erat Kaitannya dengan Kekhawatiran dan Tuduhan Perdagangan Tidak Adil yang Selama Ini Dilontarkan AS Terhadap Tiongkok.
Alasan AS merasa perlu mengambil langkah-langkah seperti subsidi industri domestik sebagian besar berakar pada praktik perdagangan Tiongkok yang selama ini dituduh tidak adil oleh AS. Berikut adalah 6 poin alasan utama di balik tuduhan “perdagangan tidak adil” tersebut, yang menjadi konteks mengapa AS kini meningkatkan kebijakan industrinya sendiri:
- Defisit Perdagangan yang Besar dan Persisten: AS mengeluhkan impor yang jauh lebih besar dari Tiongkok dibandingkan ekspor AS ke Tiongkok, yang dianggap mencerminkan hambatan bagi produk AS di pasar Tiongkok.
- Pencurian Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Theft): AS menuduh entitas Tiongkok mencuri rahasia dagang, paten, dan hak cipta milik perusahaan AS, merugikan inovasi AS.
- Transfer Teknologi Paksa: Perusahaan AS dikabarkan dipaksa menyerahkan teknologi kepada mitra Tiongkok sebagai syarat akses pasar, melemahkan keunggulan teknologi AS.
- Subsidi Negara yang Besar untuk Industri Tiongkok: AS menuduh pemerintah Tiongkok memberikan subsidi besar kepada industri domestiknya, memungkinkan mereka menjual produk dengan harga sangat rendah secara global dan menciptakan keunggulan tidak adil (dumping).
- Hambatan Akses Pasar di Tiongkok: Perusahaan AS menghadapi berbagai hambatan non-tarif, regulasi, dan pembatasan lain yang menyulitkan mereka bersaing di Tiongkok, berbeda dengan kemudahan akses perusahaan Tiongkok di AS.
- Kurangnya Timbal Balik (Reciprocity): AS berpendapat bahwa Tiongkok menikmati akses terbuka ke pasar AS tetapi tidak memberikan tingkat akses yang setara bagi perusahaan AS ke pasarnya sendiri.
Kesimpulan:
Ya, AS dapat dan sedang meniru langkah Tiongkok dalam menggunakan subsidi negara untuk industri domestiknya. Kebijakan industri AS yang meningkat saat ini, termasuk subsidi untuk semikonduktor dan energi bersih, adalah respons langsung terhadap lingkungan perdagangan global yang menurut AS telah didistorsi oleh praktik Tiongkok (termasuk yang disebutkan dalam 6 poin di atas). AS melihat langkah ini sebagai cara untuk melawan dampak dari praktik Tiongkok, memperkuat keamanan nasional, membangun ketahanan rantai pasok, dan mengembalikan daya saing industri AS, meskipun cara implementasinya akan berbeda dengan model Tiongkok karena perbedaan sistem kedua negara.
apakah prakteknya bisa di gunakan, menurut birokrasi usa?
Memang benar, pertanyaan mengenai apakah praktik subsidi negara atau kebijakan industri skala besar bisa efektif dan efisien diterapkan di Amerika Serikat, mengingat sistem birokrasinya, adalah poin yang sangat relevan dan sering diperdebatkan.
Birokrasi dan sistem politik AS (dengan pemisahan kekuasaan, lobi yang kuat, perbedaan antara negara bagian dan federal, serta siklus politik yang sering berubah) memang menghadirkan tantangan yang berbeda dalam mengimplementasikan kebijakan industri yang terkoordinasi, terpusat, dan jangka panjang dibandingkan dengan negara seperti Tiongkok yang memiliki sistem pemerintahan yang lebih terpusat dan kontrol negara yang lebih kuat terhadap ekonomi.
Tantangan dalam Praktik Penerapan di AS Karena Birokrasi dan Sistemnya:
- Kompleksitas Legislasi dan Pendanaan: Mengesahkan undang-undang yang memberikan subsidi besar memerlukan persetujuan dari berbagai pihak di Kongres (DPR dan Senat), yang seringkali melibatkan negosiasi panjang, kompromi, dan potensi penundaan karena perbedaan partai atau kepentingan.
- Implementasi yang Terfragmentasi: Penerapan kebijakan seringkali melibatkan banyak lembaga dan departemen pemerintah yang berbeda di tingkat federal, serta koordinasi dengan pemerintah negara bagian. Ini bisa menyebabkan kurangnya sinkronisasi dan potensi inefisiensi birokrasi.
- Lobi dan Kepentingan Khusus: Sistem politik AS sangat dipengaruhi oleh kelompok lobi dari berbagai industri. Hal ini bisa memengaruhi bagaimana subsidi dialokasikan, berpotensi menguntungkan kelompok tertentu alih-alih kepentingan strategis nasional secara optimal, atau menciptakan aturan yang rumit.
- Perubahan Kebijakan: Karena siklus politik dan perubahan pemerintahan, kebijakan industri dan prioritas subsidi bisa berubah dari waktu ke waktu, menyebabkan ketidakpastian bagi industri yang seharusnya didukung dalam jangka panjang.
- Pengawasan dan Akuntabilitas: Meskipun bertujuan baik, program subsidi skala besar memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan atau inefisiensi. Proses pengawasan di AS melibatkan berbagai badan dan pengawasan publik/media, yang kadang bisa memperlambat implementasi namun penting untuk akuntabilitas.
Namun, Praktiknya Tetap Dilakukan dan Disesuaikan:
Meskipun tantangan birokrasi dan sistematis ini nyata, Amerika Serikat tetap menemukan cara untuk menerapkan kebijakan industri dan subsidi yang signifikan, seperti yang terlihat pada CHIPS Act dan Inflation Reduction Act. Pendekatan AS cenderung lebih terfokus pada sektor-sektor strategis tertentu (seperti semikonduktor atau energi bersih) dan mungkin lebih banyak menggunakan insentif pajak dan hibah kompetitif daripada kontrol langsung seperti yang mungkin dilakukan di Tiongkok.
Kesimpulan:
Ya, praktik pemberian subsidi negara untuk industri domestik bisa dan sedang diimplementasikan di Amerika Serikat. Namun, cara pelaksanaannya sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh sistem birokrasi dan politik AS yang unik. Ini berarti prosesnya mungkin lebih kompleks, memakan waktu, dan terfragmentasi dibandingkan di negara dengan sistem yang lebih terpusat seperti Tiongkok. Meskipun demikian, tekad untuk membangun kembali kapasitas industri strategis dan menghadapi persaingan global telah mendorong AS untuk mengadaptasi dan menggunakan alat kebijakan industri ini sesuai dengan kerangka kerja sistemnya sendiri.
Bukankah itu sama saja kalah waktu kalau prosesnya lama, seperti dagang itu adalah waktu, bila kebutuhan di saat waktu itu akan berbeda setiap tahun, ibaratnya ketinggalan zaman ?
benar sekali. Argumen bahwa proses birokrasi dan legislasi yang panjang di Amerika Serikat bisa membuat “kalah waktu” dalam konteks perdagangan global dan pengembangan industri adalah poin yang sangat relevan dan merupakan kritik serius terhadap pendekatan AS.
Dalam dunia perdagangan dan teknologi yang bergerak cepat, waktu memang adalah segalanya. Kebutuhan pasar, tren teknologi, dan dinamika persaingan bisa berubah drastis dalam hitungan tahun atau bahkan bulan. Jika proses pembuatan kebijakan, alokasi dana, dan implementasi program subsidi memakan waktu bertahun-tahun karena birokrasi, negosiasi politik, dan koordinasi antar lembaga, maka ada risiko besar untuk:
- Kehilangan Peluang Pasar (Missing Market Windows): Saat AS masih dalam tahap perdebatan atau implementasi awal, negara atau perusahaan pesaing (yang mungkin mendapat dukungan lebih cepat) sudah lebih dulu masuk dan menguasai pasar atau segmen industri tertentu.
- Tertinggal Secara Teknologi (Technological Lag): Investasi yang direncanakan berdasarkan kondisi teknologi saat ini bisa menjadi kurang relevan atau bahkan ketinggalan zaman saat dana atau programnya benar-benar terealisasi dan beroperasi sepenuhnya. Inovasi terus berjalan cepat.
- Rantai Pasok Tetap Rentan Lebih Lama: Tujuan untuk membangun ketahanan rantai pasok domestik tertunda, membiarkan negara tetap bergantung pada sumber luar (yang mungkin tidak stabil) untuk jangka waktu yang lebih lama.
- Inefisiensi dan Biaya Tambahan: Penundaan seringkali juga berarti biaya proyek meningkat karena inflasi, perubahan desain, atau tantangan logistik.
Mengapa AS Tetap Melakukan Ini Meskipun Lambat?
Meskipun kerugian waktu ini disadari, sistem AS memilih proses yang lebih lambat ini karena (dari sudut pandang mereka):
- Legitimasi dan Akuntabilitas: Proses yang panjang melibatkan banyak perdebatan publik, persetujuan dari wakil rakyat (Kongres), dan pengawasan. Hal ini bertujuan untuk memastikan kebijakan tersebut memiliki dukungan luas, transparan, dan akuntabel kepada publik, meskipun harus dibayar dengan kecepatan.
- Menghindari Kesalahan Fatal: Proses yang cermat dan melibatkan banyak pihak diharapkan dapat mengidentifikasi dan meminimalkan potensi kesalahan atau dampak negatif yang mungkin terlewat dalam pengambilan keputusan yang terburu-buru.
- Stabilitas Jangka Panjang: Kebijakan yang telah melalui proses legislasi yang ketat diharapkan lebih sulit dibatalkan secara tiba-tiba oleh perubahan pemerintahan, memberikan kepastian yang lebih besar dalam jangka panjang (meskipun ini tidak selalu terjamin).
Kesimpulan:
Anda benar, birokrasi dan proses pengambilan keputusan yang kompleks di Amerika Serikat memang dapat menyebabkan “kalah waktu” yang signifikan dalam konteks persaingan ekonomi dan teknologi global. Ini adalah kelemahan yang melekat pada sistem mereka dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki kemampuan implementasi kebijakan yang lebih terpusat dan cepat.
Meskipun AS sedang berusaha mempercepat prosesnya untuk mengatasi masalah ini (seperti yang terlihat pada kecepatan relatif pengesahan CHIPS Act dan IRA dibandingkan proyek infrastruktur tradisional), kerugian waktu tetap menjadi tantangan besar dalam upaya mereka untuk bersaing dengan negara-negara seperti Tiongkok yang dapat mengerahkan sumber daya dan menerapkan kebijakan industri dengan lebih cepat. Ini adalah trade-off antara kecepatan dan karakteristik demokrasi seperti transparansi dan akuntabilitas.
jadikah apakah masih menyalakan china, sedangkan dalam usa sendiri susah bergerak, ibarat nya sebuah pepatah mengatakan bila diri anda sendiri belum di taklukan, maka akan susah mengalahkan orang lain ?
Ini adalah pandangan yang sangat filosofis dan relevan, menghubungkan tantangan internal dengan kemampuan bersaing di luar. Pepatah yang Anda sebutkan (“bila diri anda sendiri belum ditaklukkan, maka akan susah mengalahkan orang lain”) memang sangat pas dalam konteks ini.
Dari sudut pandang ini, bisa dikatakan bahwa:
- Kritik AS Bisa Terlihat Kurang Kuat: Jika sistem AS sendiri lambat, terbebani oleh birokrasi, dan sulit bergerak cepat untuk mendukung industrinya sendiri, maka tuduhan terhadap Tiongkok (misalnya tentang subsidi yang menguntungkan industri mereka) bisa terlihat kurang kuat atau bahkan hipokrit bagi sebagian orang. Bagaimana AS bisa sepenuhnya menyalahkan Tiongkok karena efektif dalam mendukung industrinya (dengan cara yang dianggap AS tidak adil), jika AS sendiri kurang efektif dalam mendukung industrinya (karena hambatan internal)?
- Tantangan Internal AS adalah Hambatan Utama: Anda benar bahwa kesulitan internal AS dalam merespons dengan cepat (ibarat “diri yang belum ditaklukkan”) adalah hambatan besar dalam persaingan ekonomi global. Kecepatan Tiongkok dalam mengambil keputusan dan mengimplementasikan kebijakan industri memberikan keunggulan waktu yang signifikan, seperti yang kita diskusikan sebelumnya.
Namun, Penting Juga untuk Memahami Sudut Pandang AS:
Dari perspektif AS, tuduhan “perdagangan tidak adil” terhadap Tiongkok didasarkan pada keyakinan bahwa Tiongkok melanggar aturan dan norma perdagangan internasional yang seharusnya berlaku untuk semua. Tuduhan AS bukan hanya tentang Tiongkok lebih cepat atau lebih efisien dalam mendukung industrinya, tetapi tentang cara Tiongkok melakukannya (misalnya, pencurian HAKI, transfer teknologi paksa, subsidi yang distortif, hambatan akses pasar) yang dianggap merusak prinsip persaingan yang sehat dan merata di pasar global.
Jadi, meskipun sistem internal AS yang lambat memang menyulitkan mereka untuk bersaing secara tangkas, dasar kritik AS terhadap Tiongkok tetap berfokus pada praktik-praktik Tiongkok yang dianggap melanggar kesepakatan atau norma perdagangan internasional, terlepas dari seberapa efisien atau tidak efisiennya birokrasi AS sendiri.
Kesimpulan:
Poin Anda sangat valid dalam menyoroti bahwa inefisiensi internal AS (birokrasi yang lambat, kesulitan bergerak) merupakan tantangan signifikan dalam persaingan global dan membuat posisi AS terlihat kontradiktif saat mengkritik Tiongkok yang lebih gesit. Pepatah tersebut sangat menggambarkan kondisi ini.
Namun, dari sudut pandang AS, kritik mereka terhadap Tiongkok terutama didorong oleh keyakinan bahwa Tiongkok melanggar “aturan main” perdagangan internasional dengan praktik-praktik yang dianggap tidak adil, bukan semata-mata karena Tiongkok lebih cepat. Tantangan internal AS yang menyebabkan “kalah waktu” justru mungkin membuat dampak dari praktik Tiongkok yang dianggap tidak adil itu terasa lebih menyakitkan bagi AS, sehingga memicu keinginan yang lebih kuat untuk mengkritik dan merespons (meskipun proses responsnya sendiri lambat).
kalau menurut anda cara amerika di benarkah, bisakah kita melakukan nya dalam perdagangan kehidupan sebagai pedagang, bukannya akan merusak kepercayaan, bukan nya perdagangan itu kepercayaan adalah nomor satu ?
Ini adalah pertanyaan yang bagus, yang membawa diskusi dari tingkat negara ke tingkat praktik perdagangan sehari-hari dan etika dasar.
Mengenai Apakah Cara Amerika “Dibenarkan”:
Ini adalah topik yang sangat diperdebatkan di tingkat internasional.
- Dari Sudut Pandang AS: Pemerintah AS dan pendukungnya membenarkan langkah mereka (termasuk kritik dan kebijakan seperti subsidi) sebagai respons yang perlu dan sah terhadap apa yang mereka anggap sebagai praktik perdagangan Tiongkok yang tidak adil dan melanggar norma internasional (seperti 6 poin yang kita bahas: pencurian HAKI, subsidi distortif, hambatan pasar, dll.). Mereka melihat tindakan mereka sebagai upaya untuk menciptakan “lapangan persaingan yang lebih merata” dan melindungi keamanan ekonomi serta nasional mereka dari praktik yang mereka anggap curang.
- Dari Sudut Pandang Tiongkok dan Pihak Lain: Tiongkok dan banyak negara lain memandang tindakan AS (terutama tarif dan pembatasan lainnya) sebagai proteksionisme dan upaya untuk menahan kebangkitan ekonomi Tiongkok, bukan sebagai respons yang murni berdasarkan keadilan perdagangan. Mereka mungkin berpendapat bahwa AS menggunakan isu “ketidakadilan” untuk tujuan geopolitik.
Jadi, apakah itu “dibenarkan” atau tidak sangat tergantung pada sudut pandang, kepentingan nasional, dan interpretasi aturan perdagangan internasional. Tidak ada konsensus universal mengenai hal ini.
Menerapkan Praktik Serupa dalam Perdagangan Kehidupan Sehari-hari Anda sebagai Pedagang:
Ini adalah perbandingan yang menarik antara tindakan negara dan perilaku individu pedagang.
- Mengkritik Pesaing dengan Tidak Adil: Jika Anda sebagai pedagang terus-menerus “menuduh” pesaing Anda melakukan praktik tidak adil (tanpa bukti kuat atau secara berlebihan), dalam jangka panjang, ini kemungkinan akan merusak kepercayaan terhadap Anda sebagai pedagang. Pelanggan dan mitra bisnis mungkin melihat Anda sebagai orang yang negatif, tidak profesional, atau hanya mencoba menjatuhkan orang lain alih-alih fokus pada kualitas dan layanan Anda sendiri.
- Menggunakan “Subsidi” atau Keunggulan yang Curang: Jika “subsidi” di sini diartikan sebagai keuntungan yang didapat melalui cara-cara yang tidak jujur, ilegal, atau sangat tidak etis (misalnya, mencuri desain produk pesaing, menipu pemasok untuk mendapatkan harga yang sangat rendah di bawah biaya produksi, menjual barang palsu, dll.), maka ya, praktik semacam itu pasti akan merusak kepercayaan begitu terungkap.
Apakah Perdagangan Itu Kepercayaan Adalah Nomor Satu?
Dalam perdagangan yang sehat dan berkelanjutan, kepercayaan adalah fondasi yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan nomor satu atau setidaknya sangat dekat dengan itu.
Mengapa?
- Reliabilitas: Kepercayaan dibangun ketika Anda secara konsisten memenuhi janji (kualitas produk, waktu pengiriman, harga).
- Hubungan Jangka Panjang: Mitra bisnis dan pelanggan cenderung kembali kepada pedagang yang mereka percaya, membangun hubungan yang stabil dan menguntungkan kedua belah pihak.
- Penyelesaian Masalah: Ketika terjadi masalah (misalnya, produk rusak), kepercayaan memungkinkan penyelesaian yang kooperatif daripada konflik.
- Reputasi: Kepercayaan membentuk reputasi Anda di pasar, yang merupakan aset tak ternilai.
Kesimpulan Perbandingan:
Tindakan negara dalam perdagangan internasional seringkali didorong oleh kompleksitas kepentingan nasional, geopolitik, dan interpretasi hukum internasional. Negosiasi dan gesekan adalah bagian dari proses itu.
Namun, di tingkat individu pedagang dalam kehidupan sehari-hari, prinsip kepercayaan melalui praktik yang jujur, etis, dan adil adalah kunci utama untuk membangun bisnis yang sukses dan berkelanjutan. Menggunakan taktik yang merusak kepercayaan (seperti kritik tidak adil atau keuntungan curang) dalam jangka panjang hampir selalu merugikan reputasi dan keberlangsungan bisnis Anda.
Jadi, meskipun ada perdebatan di tingkat negara tentang “dibenarkan” atau tidaknya taktik tertentu, pada level dasar perdagangan antar individu atau perusahaan kecil, menjaga kepercayaan dengan praktik yang bersih jauh lebih vital dan merupakan jalan menuju kesuksesan yang langka dicapai dengan cara curang. Pepatah yang Anda sebutkan sangat relevan di sini: kesulitan “menaklukkan diri sendiri” (berpegang pada prinsip kejujuran dan keadilan) akan membuat Anda kesulitan “mengalahkan orang lain” (bersaing secara sehat dan membangun bisnis yang dihormati).
Eksplorasi konten lain dari Goonung
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan komentar